Jumat, 14 Januari 2011

MENAHAN AMARAH

Dalam hal marah manusia mempunyai tiga tingkatan. Pertama, Tidak mempunyai kekuatan sama sekali untuk marah walaupun pada saat yang dibutuhkan, orang yang semacam ini telah kehilangan kekuatan. Seperti yang dikatakan oleh Imam Syafi'I, "Siapa yang pada saat dibutuhkan untuk marah namun tidak bersikap tegas, maka ia laksana seekor keledai.
          Kedua, marah yang terkontrol dan inilah yang ideal, contohnya adalah marah yang pernah ditunjukkan oleh para Sahabat Nabi, sebagaimana dijelaskan dalam ayat AlQur'an :

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar".
          Ketiga, Marah yang berlebihan, maksudnya adalah kemarahanya melebihi batas toleransi. Kemarahan semacam ini juga sangat tercela. Sebab secara lahiriyah pelakunya berubah menjadi burukdan bathinya lebih buruk lagi.
          Karena marah sangatlah berbahaya, sampai-sampai suatu saat ketika Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam didatangi oleh seorang sahabatnya yang meminta untuk dinasehati beliu tiga kali berpesan agar tidak marah. Sebagaimana dalam riwayat sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَة " أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ : أَوْصِنِي قَالَ : لَا تَغْضَب ، فَرَدَّدَ مِرَارًا ، قَالَ : لَا تَغْضَب " (رواه الشيخان)
"Dari Sahabat Abi Hurairah RA, sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Nabi : Nasehati Aku, Nabi bersabda : Jangan marah, maka ia mengulangi permintaanya berkali-kali, Nabi bersabda : Jangan marah". (HR. Bukhori Muslim)
          Orang yang kuat dalam ukuran agama bukanlah orang yang hebat ketika bertarung atau gulat dengan mengerahkan segala kekuatan ototnya, akan tetapi orang yang kuat dalam ukuran agama adalah orang mampu menahan amarahnya, sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَة أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ " لَيْسَ الشَّدِيد بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيد الَّذِي يَمْلِك نَفْسه عِنْد الْغَضَب (رواه الشيخان)
"Dari Abu Hurairoh RA, sesungguhnya Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : Bukanlah orang yang kuat dengan bertarung, sesungguhnya kekuatan ada pada orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah". (HR. Bukhori Muslim)
          Karenanya menjadi sangat penting bagi kita untuk menjaga amarah kita agar tidak terjadi kecuali pada hal semestinya dan dibenarkan dalam agama. Dengan cara seperti ini kita memohon kepada Allah untuk dikelompokkan dalam golongan yang tidak dimurkai Allah. Amin. Sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَانِ بْنِ جُبَيْرٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَاذَا يُبَاعِدُنِي مِنْ غَضَبِ اللهِ ، عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : لاَ تَغْضَبْ (أخرجه أحمد)
"Dari Abdurrahman bin Jubair dari Abdullah bin Umar RA, sesungguhnya ia bertanya kepada Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam : Apa yang menjauhkan aku dari murka Allah Azza Wa Jalla ? Beliau menjawab : Jangan marah". (HR. Ahmad)

Khodimul Ma'had Asshiddiqiyah3 Cilamaya Wetan
Karawang Jawa Barat

BAHAYA KONSUMSI MAKANAN YANG HARAM

Sudah semua kita ketahui bahwa setiap sesuatu yang diperbolehkan dalam agama mempunyai manfaat yang luar biasa, demikian pula perkara yang diharamkan dalam agama karena didalamnya terdapat perkara yang sangat membahayakan bagi diri seorang mu'min. Bahaya tersebut baik secara lahir maupun bathin.
Karena sebaiknya sebagai seorang mu'min kita lebih selektif agar senantiasa yang masuk dalam konsumsi kita berasal dari hal-hal yang halal dan baik, karena konsumsi makanan yang haram sangat merugikan seorang mu'min dunia dan akherat. Sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ  (أخرجه الترمذي)
"Setiap daging yang tumbuh dari perkara yang haram, maka neraka lebih pantas denganya". (HR. Tirmidzi)   
           Konsumsi makanan, minuman ataupun pakaian yang haram akan menjadikan aktifitas ibadah seseorang ditolak oleh Allah Ta'ala. Sebagaimana disebutkan dalam hadits marfu' dari Sayyidina Abdullah Ibnu Abbas RA :
حَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوْعًا إِنَّ لِلّهِ مَلَكًا عَلَى بَيْتِ الْمُقَدَّسِ يُنَادِى كُلَّ لَيْلَةٍ مَنْ أَكَلَ حَرَامًا لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ
"Hadits Marfu' dari Abdullah Ibnu Abbas RA, Sesungguhnya bagi Allah Ta'ala beberpa Malaikat diatas baitul Muqoddas memanggil pada setiap malam, barang siapa yang makan makanan haram, maka tidak diterima darinya ibada wajib maupun sunnah".
          Mengkonsumsi makanan yang haram akan menghilangkan amal kebaikan yang telah dilakukan oleh seseorang, meskipun ibadah yang dilakukan sangat banyak, sebagaimana disebutkan dalam kitab "AZZAWAJIR 'AN IQTIROFIL KABAIR" sebuah riwayat sebagai berikut :
يُؤْتَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأُنَاسٍ مَعَهُمْ مِنْ الْحَسَنَاتِ كَأَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ حَتَّى إذَا جِيءَ بِهِمْ جَعَلَهَا اللَّهُ هَبَاءً مَنْثُورًا ثُمَّ يَقْذِفُ بِهِمْ فِي النَّارِ . قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ ذَلِكَ ؟ قَالَ كَانُوا يُصَلُّونَ وَيَصُومُونَ وَيُزَكُّونَ وَيَحُجُّونَ غَيْرَ أَنَّهُمْ كَانُوا إذَا عَرَضَ لَهُمْ شَيْءٌ مِنْ الْحَرَامِ أَخَذُوهُ فَأَحْبَطَ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ
"Akan didatangkan pada hari Qiyamat dengan beberapa manusia mereka mempunyai kebaikan-kebaikan bagaikan gunung Tihamah,sehingga ketika didatangkan kepada mereka semuanya menjadi percuma kemudian dilemparkan kedalam neraka, dikatakan wahai Rosulullah bagaimana itu terjadi ? Beliau menjawab : mereka dulu sholat, puasa, zakat dan berhaji, hanya saja sesungguhnya mereka ketika ditunjukkan sesuatu yang haram mengambilnya maka dihabpuskanlah amal-amalnya".
          Lebih dari itu imam Sufya Atsauri mengatakan mengatakan bahwa orang yang menginfaqkan harta haram untuk kebaikan  bagaikan orang yang mensucikan pakaian dengan menggunakan air kencing.
وَقَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ : مَنْ أَنْفَقَ الْحَرَامَ فِي الطَّاعَةِ فَهُوَ كَمَنْ طَهَّرَ الثَّوْبَ بِالْبَوْلِ .
"Sufyan Atsauri berkata : Barang siapa yang menginfaqkan harta haram untuk kebaikan, maka seperti seseorang yang mencuci pakaian dengan air kencing".
          Mudah-mudahan kita semua diselamatkan dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah Ta'ala. Amien.


Khodimul Ma'had Asshiddiqiyah3 Cilamaya Wetan
Karawang Jawa Barat

Kamis, 13 Januari 2011

BID'AH .................... ?

Para Ulama’ membagi bid’ah kedalam dua bagian, yaitu : Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik) dan bid’ah Qobihah (Bid’ah yang jelek).
Bid’ah yang baik adalah bid’ay yang dipandang oleh para ulama’ sebagai sesuatu yang dianggap sesuai dengan Qur’an dan Hadits dari sisi-sisi kemnfaatan dan kmashlahatanya.
Termasuk dalam bagian bid’ah hasanah adalah misalnya mengumpulkan Al-qur’an dalam satu mushaf, mengumpulkan manusia melaksanakan sholat tarawih bersama, menambah adzan sekali pada waktu shalat jum’at, membangun pondok-pondok pesantren dan madrasah serta hal lain yang belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam adalah merupakan suatu bid’ah yang baik.
Sebagai dasar atas hal ini adalah sabda Rosulullah Shallallahu alaihi Wasallam sebagai berikut :
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فِيْ الإِسْلاَمِ فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَّ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ . رواه مسلم
“Barang siapa yang memulai suatu yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengerjakanya setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka (yang mengikuti) sedikitpun”. (HR. Muslim).
Sedangkan bid’ah yang jelek atau tercela adalah setiap sesuatu yang bertentangan dengan Qur’an dan hadits atau bersifat menghancurkan persatuan yang terjalin antara sesama muslim. Seperti madzhab-madzhab yang merusak tatanan hukum agama dan aqidah-aqidah Islam yang murni yang telah di anut oleh orang-orang Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Sebagai dasar hal ini adalah sabda Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
كُلُّ مُحْدَثَاتٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Setiap perkara yang baru diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”.
مَنْ إِبْتَدَعَ بِدْعَةً ضَلاَلَةً لاَ تَرْضَي اللهُ وَرَسُوْلُهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَيَنْقُصَّ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ . رواه الترمذي
“Barang siapa yang mengada-adakan suatu bid’ah yang Allah dan Rosul-Nya tidak ridlo, maka atas dirinya sebagaimana dosa-dosa orang yang mengamalkannya tang mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Tirmidzi)
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَادٌّ . رواه الشيخان     
“ Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami sesuatu yang tidak termasuk dalam bagian urusan kami, maka dia telah ditolak”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Maksud daripada mengada-ada adalah perkara baru yang pada zaman Nabi tidak pernah ada dan bathil serta tidak sesuai dengan ajaran Qur’an dan Hadits. Jadi tidak semua hal baru adalah bathil karena belum tentu hal tersebut merupakan sesuatu yang bertentangan dengan syari’at Islam.
Sekarang kita menjadi bertanya, bagaimana pendapat para Ulama tentang  sabda Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai berikut :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةُ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِدِ وَ إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَكُلُّ مُحْدَثَاتٍ بِدْعَةٌ . رواه أبو داود والترمذي وزاد في رواية : وَكُلّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ .
“Hendaknya atas kalian dengan sunnah-sunnahku dan sunnah para khalifah yang memberikan petunjuk, mereka yang berpegang atas (sunnah-sunnah) dengan sungguh-sungguh, hendaknya jauhi oleh kalian segala perkara yang baru, maka perkara yang baru adalah bid’ah”. (HR. Abu Daud dan tirmidzi) dalam riwayat lain ditambahkan : “Dan setiap kesesatan adalah di neraka”.
Para Ulama mengataan bahwa lafdz dalam hadits ini adalah umum yang dikhususkan, maka maksudnya adalah setiap perkara baru yang bathil dan bertentangan dengan dasar hukum Syari’at yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Jika hal ini yang terjadi maka itulah bid’ah yang dilarang dalam agama.
Jika suatu bid’ah sama sekali tidak bertentangan dengan dasar-dasar hukum agama yaitu Qur’an dan hadits maka hal tersebutpun merupakan bid’ah yang baik dan sunnah Kholifah.
Posisi lafadz كُلُّ adalah merupakan taukid  dan bukan berarti keseluruhan, sama halnya dengan firman Allah Ta’ala تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ maksud dari pada ayat tersebut diatas adalah كُلُّ شَيْءٍ يَقْبَلُ التَّدْمِيْرَ .

MANFAAT RIZQI YANG HALAL

Allah Ta'ala selalu memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan hal-hal yang pernah diperintahkan oleh Allah kepada para Rosul-Rosul-Nya, sementara dalam Al-Qur'an Allah Ta'ala berfirman :
"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".(QS. Al-Mu'minun 51)
          Sudah menjadi suatu hal yang lazim kita sebagai umat manusia yang beriman untuk mengikuti jejak para utusan Allah Ta'ala. Perintah mengkonsumsi makanan yang halal mempunyai manfaat yang luar biasa, karena tidaklah mungkin Allah Ta'ala memerintahkan sesuatu sementara didalamnya tidak terdapat nilai lebih.
          Ayat tersebut diatas mendasari akan banyaknya karunia Allah Ta'ala pada konsumsi makanan halal yang di jelaskan lebih luas dalam sabda-sabda Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Diantara manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut :
مَنْ أَكَلَ الْحَلاَلَ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نَوَّرَ اللهُ قَلْبَهُ وَأَجْرَى يَنَابِيْعَ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ " (أخرجه أبو نعيم في الحلية)
"Barang siapa makan makanan yang halal empatpuluh hari, Allah menyinari hatinya dan mengalirkan sumber-sumber hikmah dari hatinya atas lisanya". (HR. Abu Na'im dalam kitab Al-Hilyah)
          Bahkan lebih jelas dalam kitab Al-Manhajussawi karangan Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith disebutkan nasehat Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA sebagai berikut :
مَا رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ ابْنِ أَبِيْ طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ أَنَّهُ قَالَ : مَنْ جَعَلَ الْحَلاَلَ قُوْتًا أُجِيْبَتْ دَعْوَتُهُ، وَكَمُلَتْ مُرُوْءَتُهُ، وَحَسُنَتْ سَرِيْرَتُهُ، وَرَقَّتْ دَمْعَتُهُ، وَعَلَّتْ كَلِمَتُهُ، وَحَصَلَتْ أُمْنِيَّتُهُ، وَطَابَتْ مَنِيَّتُهُ، وَطَهُرَتْ ذُرِّيَّتُهُ، وَتَنَوَّرَتْ نُطْفَتُهُ، وَظَهَرَتْ حِكْمَتُهُ، وَقَلَّ غَضَبُهُ، وَرَقَّ قَلْبُهُ، وَخَفَّ ذَنْبُهُ وَرَدُّ دِرْهَمٍ حَرَامٍ أَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ مِنْ أَرْبَعَةِ آلاَفِ حَجَّةٍ مَقْبُوْلَةٍ .
"Telah diriwayatkan dari Sayyidina Ali mudah-mudahan Allah mulyakan wajahnya, sesungguhnya beliau berkata : Barang siapa yang menjadikan halal sebagai makanan pokoknya, maka akan dikabulkan do'anya, sempurna muru'ahnya, baik batinya, lembut perangainya, tinggi ucapannya, Hasil cita-citanya, baik angan-anganya, suci keturunanya, bersinar nutfahnya, tampak hikmahnya, sedikit marahnya, lembut hatinya, ringan dosanya, dan mengembalikan satu dirham haram lebih utama disisi Allah daripada empat ribu haji yang maqbul".
          Mengkonsumsi makanan yang halal adalah akan bias menjadi kunci terkabulnya do'a seorang hamba Allah yang mu'min, sebagaimana seorang sahabat Nabi yang bernama Sa'ad bin Abi Waqqosh pernah meminta kepada Nabi untuk dido'akan agar menjadi orang yang dikabulkan do'anya, beliaupun menasehatkan agar memperbaiki makanan yang di konsumsi, sebagaimana hadits berikut :
يَا سَعَدُ أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ (رواه الطبراني)
"Wahai Sa'ad, perbaiki makananmu engkau akan menjadi orang yang terkabul do'anya". (HR. Thabrani)
          Demikian besar peran dan pengaruh konsumsi yang halal dalam kehidupan manusia yang mu'min. sampai dalam riwayat lain disebutkan bahwa syarat do'a akan di kabulkan oleh Allah adalah suapan makanan yang halal.
          Mudah-mudahan kita selalu dilimpahkan oleh Allah dengan rizqi yang halal dan baik dalam hidup kita. Amin.


Khodimul Ma'had Asshiddiqiyah3 Cilamaya Wetan
Karawang Jawa Barat

KEUTAMAAN AKHLAQ MULIA

Akhlaq mulia adalah bekal utama dalam mewujudkan kemulyaan manusia secara individu maupun kemasyarakatan dalam mencapai derajat kemulyaan. Baik kemulyaan di hadapan Allah maupun kemulyaan dimata makhluq-Nya.
Karenanya menjadi wajib bagi setiap manusia mu'min untuk menjaga dan melestarikan akhlaq mulia. Bahkan cukup sebagai bukti akan perhatian agama terhadap akhlaq mulya dengan sabda yang pernah di sampaikan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam :
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ (مالك والطبراني من حديث جابر)
"Sesungguhnya aku diutus (olleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak". (HR. Malik dan Thabrani dari Jabir bin Abdillah)

Kemulyaan Akhlaq yang di bawa oleh beliau menjadikan beliau sebagai satu-satunya Nabi yang dipuji dalam Al-qur'an karena Akhlaqnya, Allah Ta'ala berfirman :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ(4)
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". (QS. Al-Qolam 4)
         Lain daripada itu banyak sekali keutamaan-keutamaan yang didapat oleh orang-orang yang menjaga kemulyaan akhlaq, diantaranya adalah :
Akhlaq mulia dapat membuahkan peleburan dosa sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
إِنَّ حُسْنَ الْخُلُقِ لَيُذِيْبُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُذِيْبُ الشَّمْسُ الْجَلِيْدَ (راه البيهقي)
"Sesungguhnya akhlaq yang baik itu dapat melelehkan (menghilangkan) dosa, sebagaimana panas matahari yang dapat melelehkan salju". (HR. Baihaqi)
Akhlaq yang mulya merupakan perantara terbanyak yang menghantarkan manusia menuju surga, suatu saat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya oleh sahabatnya mengenai hal ini sebagaimana dalam hadits berikut :
عَنْ أَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ ؟ ، قَالَ : "تَقْوَى اللهِ وَ حُسْنُ الْخُلُقِ " ، وَ سُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ ؟ ، فَقَالَ : " الْفَمُّ وَ الْفَرْجُ " (أخرجه اترمذي)
 "Dari Abu Hurairah RA, berkata : Rosulullah ShallallahuAlaihi Wasallam ditanya tentang perkara yang paing banyak memasukkan manusia kedalam surga ? beliau menjawab : Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik. Dan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya tentang perkara yang paling banyak memasukkan manusia kedalam neraka? Beliau menjawab : Mulut dan kemaluan". (HR. Tirmidzi)
          Karenanya menjadi tidak aneh dan sangat benar jika dalam pendidikan akhlaq lebih didahulukan dalam pembelajaran anak didik dan generasi bangsa, pengetahuan yang lain akan menjadi indah dan terarah jika pada pribadi manusia telah tertanam pondasi akhlaq yang mulia. Sebaliknya jika pengetahuan dikedepankan dengan mengabaikan komitmen mulyanya Akhlaq, semua akan menjadi terperosok kedalam jurang kehinaan.

Khodimul Ma'had Asshiddiqiyah3 Cilamaya Wetan
Karawang Jawa Barat